Poster Competition: Comprehensive Vaccinology 2023
Sekilas Tentang Poster Competition di 15th Comprehensive Vaccinology 2023
Dalam rangka seminar 15 tahun Comprehensive Vaccinology 2023 yang diselenggarakan tanggal 30 September di Jakarta. Kami bersama dokter dari inHarmony Clinic Jakarta, dr. Octo Irianto dan dr. Isabela Andhika Paramita dari GSI Lab, Jakarta setuju untuk berkolaborasi dalam mengikuti poster kompetisi dalam acara ini. Setelah berdiskusi kami memutuskan ingin mengangkat sub tema Ethnographic/Social research dan vaccine acceptance dan hesitancy. Kami bermaksud mengkaitakan tiga hal penting dalam mengetahui vaccine hesitancy di Masyarakat Indonesia dari perspective budaya terutama ritual peralihan dan behavioural epigenetics. Kami menentukan tema poster kami adalah Perspektif budaya dan hubungannya dengan epigenetika perilaku untuk mengatasi keraguan terhadap vaksinasi di Indonesia. Poster ini adalah satu-satunya yang menggabungkan multidisciplinary approach yaitu social science dengan kedokteran khususnya vaccine dalam menelaah vaccine hesitancy. Jika dikaitkan dengan epigenetika perilaku dan ritual peralihan kami cukup mendapatakan comprehensive kaitan antara vaksin hesitancy dengan budaya setempat. |

Karena topik tersebut belum pernah dibahas sebelumnya, kami melakukan penelitian dengan metode pencarian menggunakan kata kunci yang dibagi menjadi beberapa tema (keraguan dan penerimaan vaksin, epigenetika perilaku, budaya dan gaya hidup) dari empat database (Science Direct, SAGE, PubMed, dan Cochrane Library) dan pencarian manual. Kami menemukan sebanyak 569 publikasi diidentifikasi dan disaring dengan menggunakan metode Preferred Reporting Items for Systematic Literature Review and Meta-Analysis (PRISMA).
Kami menemukan berbagai temuan menarik yang erat kaitannya bagaimana perilaku seseorang ditentuka oleh epigenetika perilakunya yang berkaitan dengan ritual peralihan khsusunya karakter ‘conceptual trauma dan repetitive action.” Kita kini semakin memahami berbagai maksud dari ritual peralihan yang selalu berkarakter menakutkan, menyeramkan atau menyakitkan dan berulang ternyata untuk menstimulasi kekebelan tubuh dalam peralihan usia yang sedang dilalui.
Selain itu kami juga menemukan beberapa paper yang menidentifikasi gen-gen yang berkaitan dengan perilaku individu. Studi pada hewan pengerat menunjukkan bahwa intervensi perilaku seperti licking and grooming (LG) dari induk tikus kepada anaknya menumbuhkan fenotipe tahan stress dan tahan kecemasan setelah beranjak dewasa. Ditemukan bahwa pada anak hewan yang jarang mengalami LG memiliki lebih banyak metilasi pada gen reseptor glukokortikoid NR3c1.6 Beberapa contoh mengenai epigenetika perilaku dan signifikansinya pada keraguan dan penerimaan vaksin dapat dilihat di Figur 2.
Bagian hasil kami terdiri dari tiga tema; vaksinasi sebagai sebuah ritual, epigenetika perilaku dalam vaksinologi, dan bagaimana mengatasi epigenetika perilaku dalam lingkungan vaksin akan memperbaiki kepatuhan pasien dan meningkatkan gaya hidup sehat. Di zaman modern, kami menemukan bahwa vaksinasi juga memiliki karakteristik yang serupa dengan ritual peralihan seperti 'trauma kontekstual' (contextual trauma) dan 'tindakan berulang' (repetitive action) dalam praktiknya. Melalui vaksinasi, pasien diinjeksi dengan patogen yang dilemahkan atau dinonaktifkan untuk merangsang respons antibodi guna memperkuat sistem kekebalan tubuh mereka. Nyeri akibat jarum suntik dan ketidaknyaman akibat efek samping yang mungkin terjadi dapat dianalogikan sebagai 'trauma kontekstual'. Sebagian besar vaksin juga diberikan secara berkala melalui booster dan revaksinasi sehingga mencerminkan 'tindakan berulang' untuk memastikan perlindungan antibodi akan bertahan lama.
Poster kami mendapatkan Juara ke tiga dalam kompetisi ini. Dr. Octo yang hadir perwakilan dari kami bertiga unutk melakukan presentasi dan menerima hadiah sebagai Juara ke 3.
Kami sangat senang sekali dengan pendekatan multidisiplin ini dalam sebuah riset yang mudah-mudahan dapat lebih comprehensive and lebih solutif dalam suatu issue dalam penelitian. Semoga dimasa yang akan datang lebih digalakan lagi multidisiplin riset seperti ini.
Terima kasih atas kolega yang terlibat dalam pembuatan poster ini. Dan semoga ide kita ini menjadi sebuah terobosan baru dalam dunia kedokteran dalam lebih memahami penerimaan dan keraguan vaksin dimasyarkat sehingga dapat ditemukan cara-cara yang lebih efektif dan menyeluruh dalam menggalakan vaksin efficiency dan efficacy.
Epigenetika perilaku merupakan faktor penting dalam vaksinasi. Aspek budaya pasien dan keluarga harus diperhatikan oleh dokter ketika melakukan sesi konseling imunisasi untuk meningkatkan penerimaan dan kepatuhan di masa depan. Studi lanjutan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keraguan dan penerimaan vaksin, dan hubungannya dengan metilasi DNA perlu dilakukan.
Oktober 2023
Kami menemukan berbagai temuan menarik yang erat kaitannya bagaimana perilaku seseorang ditentuka oleh epigenetika perilakunya yang berkaitan dengan ritual peralihan khsusunya karakter ‘conceptual trauma dan repetitive action.” Kita kini semakin memahami berbagai maksud dari ritual peralihan yang selalu berkarakter menakutkan, menyeramkan atau menyakitkan dan berulang ternyata untuk menstimulasi kekebelan tubuh dalam peralihan usia yang sedang dilalui.
Selain itu kami juga menemukan beberapa paper yang menidentifikasi gen-gen yang berkaitan dengan perilaku individu. Studi pada hewan pengerat menunjukkan bahwa intervensi perilaku seperti licking and grooming (LG) dari induk tikus kepada anaknya menumbuhkan fenotipe tahan stress dan tahan kecemasan setelah beranjak dewasa. Ditemukan bahwa pada anak hewan yang jarang mengalami LG memiliki lebih banyak metilasi pada gen reseptor glukokortikoid NR3c1.6 Beberapa contoh mengenai epigenetika perilaku dan signifikansinya pada keraguan dan penerimaan vaksin dapat dilihat di Figur 2.
Bagian hasil kami terdiri dari tiga tema; vaksinasi sebagai sebuah ritual, epigenetika perilaku dalam vaksinologi, dan bagaimana mengatasi epigenetika perilaku dalam lingkungan vaksin akan memperbaiki kepatuhan pasien dan meningkatkan gaya hidup sehat. Di zaman modern, kami menemukan bahwa vaksinasi juga memiliki karakteristik yang serupa dengan ritual peralihan seperti 'trauma kontekstual' (contextual trauma) dan 'tindakan berulang' (repetitive action) dalam praktiknya. Melalui vaksinasi, pasien diinjeksi dengan patogen yang dilemahkan atau dinonaktifkan untuk merangsang respons antibodi guna memperkuat sistem kekebalan tubuh mereka. Nyeri akibat jarum suntik dan ketidaknyaman akibat efek samping yang mungkin terjadi dapat dianalogikan sebagai 'trauma kontekstual'. Sebagian besar vaksin juga diberikan secara berkala melalui booster dan revaksinasi sehingga mencerminkan 'tindakan berulang' untuk memastikan perlindungan antibodi akan bertahan lama.
Poster kami mendapatkan Juara ke tiga dalam kompetisi ini. Dr. Octo yang hadir perwakilan dari kami bertiga unutk melakukan presentasi dan menerima hadiah sebagai Juara ke 3.
Kami sangat senang sekali dengan pendekatan multidisiplin ini dalam sebuah riset yang mudah-mudahan dapat lebih comprehensive and lebih solutif dalam suatu issue dalam penelitian. Semoga dimasa yang akan datang lebih digalakan lagi multidisiplin riset seperti ini.
Terima kasih atas kolega yang terlibat dalam pembuatan poster ini. Dan semoga ide kita ini menjadi sebuah terobosan baru dalam dunia kedokteran dalam lebih memahami penerimaan dan keraguan vaksin dimasyarkat sehingga dapat ditemukan cara-cara yang lebih efektif dan menyeluruh dalam menggalakan vaksin efficiency dan efficacy.
Epigenetika perilaku merupakan faktor penting dalam vaksinasi. Aspek budaya pasien dan keluarga harus diperhatikan oleh dokter ketika melakukan sesi konseling imunisasi untuk meningkatkan penerimaan dan kepatuhan di masa depan. Studi lanjutan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keraguan dan penerimaan vaksin, dan hubungannya dengan metilasi DNA perlu dilakukan.
Oktober 2023